CPNS dan Perbaikan Birokrasi

Written By Unknown on Selasa, 06 Januari 2015 | 22.23

Pengumuman CPNS

TAHUN 2014 yang segera berakhir, Pemerintah Indonesia kembali merekrut calon pegawai negeri sipil (CPNS). Seluruh Indonesia memperebutkan ratusan ribu jatah PNS, tentu terjadi persaingan ketat dalam perhelatan ini. Banyak cara dilakukan seorang CPNS guna menembus seleksi lapangan kerja andalan masyarakat di Tanah Air tersebut. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Aceh pun mendapat jatah penambahan beberapa formasi CPNS untuk mendukung program kerja pemerintah.

Di event tersebut pemerintah Aceh harus serius dan tepat guna ketika menjaring peserta CPNS, agar penempatan formasi tidak menyalahi aturan atau di luar kemampuan seorang peserta. Tentunya dengan memberikan kesempatan melalui ujian yang telah dipersiapkan. Berkaca pada pengalaman tempo doeloe, acap terjadi penyimpangan proses perekrutan tenaga aparatur negara/PNS di Indonesia, termasuk di Aceh. Budaya korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) makin berdarah daging dalam tubuh para penggerak setiap birokrasi pemerintahan.

Birokrasi di Aceh terkesan masih amburadul, sehingga sulit mendapatkan kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah dan aparaturnya. Untuk membasmi praktik tercela tersebut pemerintah harus memiliki trik dalam menjaring PNS yang berkualitas dan profesional. Realita di lapangan masih timpang ketika menempatkan posisi seorang PNS di jabatan yang kosong. Jurusan yang ditempatkan tak sesuai kebutuhan, atau sesuai jurusan namun tak mampu bekerja karena keterbatasan ilmu, sedangkan yang mempunyai kapasitas tak lulus seleksi karena tak ada pemulus. Akhirnya KKN menjadi jalan pintas bagi pelamar/pejabat (panitia seleksi CPNS) untuk memuluskan aksinya.

Banyak masyarakat yang dipermainkan saat berurusan dengan perkantoran. Publik merasa terbuang waktu hanya untuk mengurus selembar KTP dengan ragam dalih. Masyarakat kadang gerah dengan model pelayanan yang diberikan oleh pelayan masyarakat (PNS/pejabat). Parahnya lagi PNS nakal kian menjamur. Banyak PNS berkeliaran saat jam kerja, budaya ngopi di kantin makin menjadi-jadi, tak ayal terdapat PNS yang hanya tanda tangan absen ke kantor. Bahkan Satpol PP/WH kerap menjaring PNS nakal di sejumlah wilayah di Aceh.

Permasalahan lain terkait kerja aparatur negara adalah pengelolaan APBA. Data kajian PECAPP silpa Aceh tahun anggaran 2009 sebesar Rp 1,84 triliun, silpa 2010 (Rp 1,31 triliun), silpa 2011 (Rp 1,51 triliun), silpa 2012 (Rp 1,67 triliun) dan diperkirakan silpa untuk 2013 dapat membengkak menjadi Rp 2,00 triliun. Penyebab besarnya silpa Aceh setiap tahun dikarenakan lemahnya daya serap SKPA/SKPK, serta pengesahan anggaran dan tender sering molor. Sadisnya saat masyarakat mengajukan proposal ditanggapi dengan anggaran sangat minim/terbatas. Faktor utamanya karena SDM yang ada kurang profesional dalam bekerja/merancang program. Terlepas dari anggapan bahwa DPRA/DPRK banyak kegiatan yang harus dikerjakan.

Hingga saat ini permasalahan birokrasi, seperti budaya KKN yang dianggap wajar, pelayanan publik buruk, rendahnya sumber daya aparatur, mental birokrat yang feodal dan paternalistik kepada penguasa (monoloyalitas) tidak bisa lepas dari dampak rezim politik Soeharto yang menginginkan kekuasannya status quo. Budaya seperti itu harus dibasmi sampai ke akarnya, agar tak terkesan pajoeh gaji buta (makan gaji buta) walau tak seutuhnya. Dan lebih penting terciptanya konsep birokrasi setiap SKPA/SKPK yang menempatkan rakyat layaknya raja, bekerja dengan konsep profesinal dan efektif.

 Formasi yang tepat
Sejatinya, untuk mengisi kekosongan jabatan dalam satuan kerja pemerintah Aceh/kabupaten/kota (SKPA/SKPK) atau pegawai yang berada di bawah kementerian/instansi terkait harus menempatkan formasi sesuai kebutuhan dan tepat guna. Sumber daya manusia (SDM) yang handal, profesinal, berkualitas dan terpenting dipagari keimanan/ketaqwaan yang kuat adalah menjadi motor penggerak untuk menggapai birokrasi yang bersih, akuntabel, transparan, efisien, efektif, terpercaya dan bebas dari aplikasi/program KKN.

Konsep birokrasi
Perlu langkah strategis untuk mewujudkan birokrasi yang sehat. Setidaknya ada tiga konsep birokrasi sehat yang ditawarkan, yaitu: Pertama, efektivitas dipengaruhi oleh faktor kepercayaan publik. Kedua, pelaksanaan reformasi birokrasi baik pada level nasional maupun daerah diharapkan dapat mendorong terwujudnya inovasi daerah dan peningkatan daya saing daerah, meningkatnya kualitas pelayanan publik. Dan ketiga adanya perbaikan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan (Lukita Dinarsyah Tuwo, Wakil Menteri Bappenas).

Jika hal tersebut dapat diwujudkan niscaya kepercayaan publik pada pemerintah akan makin meningkat. Administrasi publik di Indonesia saat ini masih bercorak cara berfikir dan tindakannya sangat menitikberatkan pada peraturan, sehingga hal itu tidak menghasilkan aparatur sipil yang inovatif dan berdaya saing. Untuk memajukan Aceh membutuhkan birokrasi yang berbasis vision, mission dan performance serta inovatif dan dinamika terhadap perubahan lingkungan strategis.

Dalam konteks reformasi birokrasi dan manajemen modern, keterbukaan, transparansi, dan akuntabilitas dari proses manajemen merupakan suatu keharusan. Pemerintahan Aceh akan semakin tertinggal dan tidak dipercaya oleh publik jika luput dari prinsip-prinsip mewujudkan pemerintah yang baik, bersih, berwibawa serta dipercaya rakyat (good government and good governance) dalam mengopersasikan berbagai kebijakan.

Sumber penyakit birokrasi pada dasarnya dapat diidentifikasi dari dua lokus, yaitu internal dan eksternal (Irawati, 2012). Sumber internal berasal dari kelemahan dan kegagalan sistem yang ada di birokrasi itu sendiri. Secara internal, timbulnya perilaku korup dalam birokrasi juga disebabkan lemahnya sistem pengawasan internal. Sistem pengawasan atasan-bawahan praktis tak mungkin terjadi dalam sistem yang korup secara bersama-sama. Penyakit inilah yang menjadi fokus dari reformasi birokrasi yang dilaksanakan pemerintahan sejak satu dekade yang lalu, meskipun belum mencapai hasil yang diharapkan.

Secara eksternal, penyakit korupsi dalam birokrasi bisa disebabkan oleh relasi antar berbagai sistem yang terkait, misalnya kooptasi dan intervensi politik. Dalam banyak kasus korupsi birokrasi di daerah, tekanan politik menjadi salah satu sumber penyebab. Hal ini bermula dari proses pengisian jabatan/rekrut PNS yang sangat tertutup dan berbasis hubungan afiliasi. Faktor eksternal lain adalah budaya masyarakat yang sangat permisif dan menjadikan suap/gratifikasi dalam proses pemerintahan dan pelayanan publik sebagai hal yang biasa.

Hal itu bararti terjadi penawaran dan permintaan antara birokrasi dan masyarakat untuk sebuah pelayanan. Kesadaran masyarakat untuk mengawasi perilaku birokrasi juga cenderung apatis, meskipun secara kasat mata mereka menyadari akan perilaku KKN birokrat. Karenanya, diajang perekrutan CPNS tahun 2014 jangan mengulangi lagi kesalahan yang sama, sehingga birokrasi pemerintah Aceh atau pemerintah kabupaten/kota di Aceh dapat memperbaiki citranya dan menata revormasi birokrasi yang lebih baik.

Pengumuman CPNS


Anda sedang membaca artikel tentang

CPNS dan Perbaikan Birokrasi

Dengan url

http://iklannonkomersil.blogspot.com/2015/01/cpns-dan-perbaikan-birokrasi.html

Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya

CPNS dan Perbaikan Birokrasi

namun jangan lupa untuk meletakkan link

CPNS dan Perbaikan Birokrasi

sebagai sumbernya

0 komentar:

Posting Komentar

techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger